Di dalam tembok kota Batavia semua rumah-rumah nya adalah rumah toko dan rumah teras. Dari peta tahun 1733 tergambar dengan jelas bahwa semua rumah didalam tembok kota tidak memiliki halaman dan berbatasan langsung dengan Jalan. Ini menunjukan wilayah didalam tembok memiliki kepadatan yang tinggi. Itulah mengapa para pejabat VOC membangun rumah-rumah baru di sepanjang Molenvliet, sekarang dinamai jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk.
Berbeda dengan rumah toko di Pecinan yang pintu bagian depan terbuka selebar toko, di Batavia ruko-ruko terdiri dari beberapa jendela dan pintu yang lebar. Mereka tidak membuka dagangan sampai mencapai jalan secara bertumpuk-tumpuk tidak beraturan, tetapi lebih rapi dan teratur. Di Roa Malaka, di atas pintu dan jendela rumah diberi hiasan kaca kotak-kotak kecil, mirip dengan rumah-rumah Belanda dijaman itu. Ruko-ruko merekapun tidak sempit di depan dan memanjang kedalam. Banyak rumah yang lebar di bagian depan.
Dari gambar Josias Cornelis Rappard seorang Kolonel Infantri KNIL (tentara kerajaan Belanda) kita dapat melihat bahwa toko di Batavia lebar dan bahkan terbagi menjadi dua ruang. Toko tadi bukannya terbuka lebar ke Jalan tetapi façade toko memiliki beberapa jendela yang lebar. Interior tokonya juga ditata dengan baik dan teratur dibandingkan dengan ruko-ruko di Pecinan Glodok. Barang-barang yang di jualpun bukan barang dagangan seperti hasil-hasil bumi, tetapi porselen, jam dinding dan produk yang tidak mengotori lantai. Ini menunjukkan bahwa orang Belanda senang kerapian dan kebersihan toko. Pakaian para pengunjung tokopun rapi dengan mengenakan jas dan dasi.
Kalau kita telusuri lebih lanjut, gaya rumah pada awal pembangunan Batavia disebelah timur Sungai Ciliwung dan pembangunan rumah di sebelah barat sungai, setelah sungai itu diluruskan, berbeda. Rumah-rumah di sebelah timur dibangun di jaman Jan Pieterszoon Coen lebih kearah campuran gaya Belanda dan Tionghoa. Tetapi pada waktu pembangunan rumah-rumah disebelah Barat Kali Besar, pemerintah Belanda ingin menghilangkan gaya arsitektur ketionghoaan. Rumah-rumah di Leuweenstraat di bagian Timur Batavia menunjukan campuran gaya arsitektur Tionghoa dan Belanda karena kontraktor dan tukangnya Tionghoa. Sedang rumah Gustaf von Imhoff yang berada di sebelah Barat Kali Besar, sama sekali tidak terlihat gaya ke-tionghoaan nya, bahkan bergaya sangat Eropa. Mengapa?
Pada waktu pembangunan bagian Barat Batavia, menurut Gubernur Jendral Hendrick Brouwer rumah-rumahnya kurang mencerminkan ke Eropaan dan akhirnya kontrak dengan kontraktor Jan Con di batal kan. Selang beberapa saat kemudian, pembangunan kota di lanjutkan lagi. Tetapi, gaya arsitekturnya benar-benar di kontrol tidak boleh “mengandung” gaya Tionghoa, harus dengan gaya arsitektur yang benar-benar Eropa. Jan Con adalah orang Tionghoa yang membawa aroma arsitektur Tionghoa sedang orang Belanda pengennya benar-benar rumah bergaya Belanda. Sayang kita tidak dapat memperolah data mengenai gaya rumah yang ada di sebelah Barat Kali Besar karena di bakar pada saat kerusuhan 1740, hanya bekas rumah Gustaf van Imhoff dan sebagian deretan ruko yang masih ada. Gambar-gambar rumah di Batavia yang kita dapati hanya dari Johannes Rach yang banyak melukis bagian-bagian Batavia di tahun 1760 atau setelah terjadi kerusuhan 1740.
Yang masih tanda Tanya adalah: Bagaimana gaya arsitektur rumah Nie Hoe Kong, kapten Tionghoa ketika kerusuhan 1740?
No comments:
Post a Comment