Sunday, February 8, 2015

Batavia Sebuah Novel

Di berbagai penjuru dunia jatuh bangunnya sebuah rezim terletak di Ibukota. Bangkitnya dinasti Ming di Tiongkok misalnya, ditandai dengan perpindahan ibukota dari Xi’An ke Beijing. Demikian juga di pulau Jawa, runtuhnya Majapahit ditandai dengan munculnya kota Demak sebagai ibukota kerajaan Islam. Bahkan di kehidupan modernpun demikian. Jatuhnya rezim-rezim di Indonesia modern berada di kota jakarta dan bukan di kota Indonesia yang lain. Karena itu tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa panggung teater pergantian rezim adalah kota dengan benteng dan segala kekuatan ekonominya.

Kota sama dengan manusia, dia Lahir dan bisa mati. Lahirnya suatu kota ditandai dengan tumbuhnya simpul perdagangan di perempatan baik persimpangan sungai ataupun jalan. Dipersimpangan inilah perdagangan dalam bentuk yang paling sederhana dilakukan. Tetapi pertumbuhan kota ini dapat terhenti karena perang ataupun bencana alam. Pompei barangkali contoh sebuah kota yang mati. Disana hanya tertinggal berbagai artefak kebudayaan yang tersisa sedang kehidupan itu sendiri telah pergi. Bukan hanya satu kota keseluruhan saja yang binasa, tetapi juga bagian dari sebuah kota dapat menjadi mati walaupun dikelilingi oleh bagian kota lain yang hidup. Yang kedua ini kita lihat di Roma. Bagian kota lama Roma yang disebut dengan Foro Romano telah mati sedang disekitarnya merupakan metropolis. Selain itu kota juga dapat hilang sejarahnya walaupun kota itu sendiri masih ada.  Xi’ An misalnya sebuah kota tua, lebih tua dari tulisan Tiongkok, hanya tersisa tembok kota dan bangunan seperti menara lonceng dan menara drum. Rumah tinggal rakyat biasa dan kebudayaannya telah menghilang seolah ditelah waktu itu sendiri. Disini kota tidak berdialektika tetapi berhenti dari denyut nadi dinamika waktu. Dari sini dapat kita bedakan antara arkeologi dan arsitektur, arkeologi mengamati bagian kota yang mati sedang arsitektur mengolah bagian kota yang masih hidup.

Demikian pula dengan Batavia yang sudah berumur ratusan tahun. Dari sejak berdiri, peperangan, wabah penyakit, penghancuran benteng dan tembok kota, dan pembangunan berbagai arsitektur artdeco dan kondisi sekarang yang kita lihat adalah lembar-lembar buku novel yang demikian tebal. Sisa tembok kota, museum bahari, bekas menara suar dan bangunan tua yang lain, terlebih dibangun saat Batavia berdiri adalah warisan yang harus kita jaga.

Adalah tugas perencana kota untuk menyajikan novel yang enak dibaca, kota tua yang nyaman untuk dihuni, menarik untuk di kunjungi, membuat kangen, dan seharusnya menjadi bagian paling manusiawi dari seluruh kota Jakarta. 

 











No comments:

Post a Comment