Sunday, February 8, 2015

Kota Lama dan Ekonomi kota

Jika kita berjalan-jalan di Mall mewah Jakarta dihari libur, pasti kita bertemu dengan pengunjung yang berduit. Mereka mengenakan pakaian yang bagus dan makan-minum di restoran mahal. Tidak jarang sekali pesan makanan satu porsi harganya lebih dari seratus ribu rupiah. Jika kita jalan-jalan di lorong mall dan haus di sana terdapat minuman yang berlabel luar negeri dengan harga tiga puluh ribu rupiah sekali minum. Kemewahan mall di Jakarta itulah magnet bagi masyarakat kelas menengah dan keatas.
 
Tetapi kalau kita pergi ke Kota lama Jakarta, keadaannya sangat berbeda. Masyarakat yang berkunjung ke sana sebagian besar dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Di pinggir alun-alun Museum Sejarah Jakarta juga terdapat penjual minuman seperti di mall, tetapi harganya murah hanya enam ribu rupiah. Disana juga terdapat restoran mahal harga dua porsi soto betawi dan es teh mencapai dua ratus ribu rupiah. Tetapi restoran ini penuh dengan turis asing. Sedang masyarakat golongan bawah membeli soto Betawi di kaki lima dengan harga lima belas ribu rupiah perporsi.
 
Pertanyaannya adalah mengapa hanya turis asing dan masyarakat golongan bawah yang mengunjungi kota lama? Mengapa kota lama jarang dikunjungi golongan ekonomi atas seperti mall-mall di Jakarta? Ini adalah pertanyaan yang rumit untuk dijawab karena bukan hanya menyangkut masalah keindahan tetapi juga masalah ekonomi.
 
Masalah keindahan? Tentu kita lihat sendiri bahwa kota lama identik dengan wilayah kota yang mengalami kemunduran. Sehingga banyak bangunan yang tidak terurus dengan baik. Kali Besar yang membelah kota lama misalnya, sangat kotor dan airnya tidak mengalir sehingga tidak sedap dipandang mata. Sedang bangunan-bangunannya banyak yang hancur tinggal puing maka dari itu orang hanya mengunjungi alun-alun Museum Sejarah Jakarta saja karena bangunan-bangunan di sekitarnya lebih tertata. Barangkali ini yang menjadi penyebab orang yang berpakaian rapi tidak suka ke kota lama.
 
Dari sudut ekonomi, di kota lama tidak banyak yang di tawarkan selain museum sebagai atraksi pariwisata. Restoran mewahpun hanya beberapa tidak seperti mall yang berderet menjadi tempat yang nyaman untuk mengobrol. Selain itu jika hujan, pengunjung kota lama akan sibuk untuk mencari tempat untuk berteduh. Kita boleh berbesar hati tatkala melihat banyak orang yang berdesak-desakkan mengunjungi museum, itu adalah modal untuk mendorong pertumbuhan di kota lama.
 
Perencanaan ekonomi kota sebenarnya bukan masalah indah atau tidak indah, tetapi perbaikan sosial ekonomi yang harus di rencanakan dengan baik. Kita tentunya sangat mengharapkan semua lapisan masyarakat baik golongan mampu maupun tidak mampu berkunjung ke kota lama. Jika semua orang suka menghabiskan waktu luang mereka di kota tua, bukan lagi persaingan antara mall dan mall untuk menarik pengunjung, tapi persaingan antara mal dengan kota tua Jakarta. Namun perencanaan sosial dan ekonomi ini bagaimana pun juga membutuhkan perencanaan fisik lingkungan yang baik. Ekonomi kota akan  dapat berjalan dengan baik jika lingkungannya bersih. Jika masalah sosial seperti kejahatan berkurang, kota lama akan menjadi tempat yang ideal untuk bermukim dan berjualan. Bukan hanya di kunjungi oleh mereka dari golongan ekonomi menengah dan bawah tetapi juga golongan ekonomi atas.


No comments:

Post a Comment