Sunday, February 8, 2015

Toko merah

Di sebut toko merah karena dulu kusennya berwarna merah.  Bukan hanya kusennya yang berwarna merah, mebel yang ada didalamnya juga berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri ke Tionghoaan seperti hal kelenteng. Karena semuanya berwarna merah dan fungsinya sebagai toko, maka dinamai Toko Merah. Rumah ini di pertengahan abad ke 19 di miliki oleh Oey Liaw Kong. Dia membuka toko di sebelah Kali Besar yang pada waktu itu masih ramai sebagai urat nadi perdagangan. Warna merah bata baru di tambahkan pada tahun 1923 ketika bangunan ini dimiliki dan dipakai oleh Bank Voor Indie. Kalau kita melihat tampak bangunan ini sekarang, terdapat tulisan Toko Merah di depan, ini adalah tulisan yang baru. Demikian pula dengan kusen-kusennya, sekarang sudah tidak berwarna merah tetapi coklat dengan pinggir warna emas.
 
Bangunan ini dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaff Willem Baron van Imhoff sebelum menjadi gubernur jendral VOC. Kemudian juga pernah menjadi milik putri Gubernur Jendral Mossel, Philippine Theodora. Karena umurnya yang sangat tua, gedung ini terasa angker. Apalagi ada cerita bahwa rumah ini pernah menjadi tempat persembunyian orang Tionghoa untuk menghindari pembantaian tahun 1740. Mengenai cerita yang terakhir ini meragukan, tetapi 
itulah cerita-cerita angker tentang Toko Merah   
 
Bangunan ini di pengaruhi oleh arsitektur Belanda di awal abad 18 dengan jendela besar-besar dan kaca kotak-kotak kecil. Jendelanya merupakan jendela geser keatas seperti rumah-rumah Belanda jaman dulu. Pintu depan dan tengah juga tinggi-tinggi.
 
Kalau kita masuk kedalam toko merah, yang kita temui adalah bangunan kosong karena mebelnya yang antik sudah dipindah ke pelbagai museum di Jakarta. Sedang tangga dari lantai dua ke atas ditutup oleh pemilik karena lantai atas merupakan tempat penyiksaan. Di lantai dua bagian belakang Toko Merah terdapat pintu-pintu yang lebar tetapi rendah.
 
Dibagian belakang Toko Merah merupakan halaman terbuka yang luas. Dulu mungkin merupakan tempat pelayan karena rumah ini merupakan rumah mewah didalam benteng Batavia. Lapangan terbuka ini menjadi halaman dalam yang terasa sangat privat. Sayang bangunan di sekelilingnya sudah baru dan tidak ada peninggalan jaman dulu.
 
Selain interiornya yang sangat luas dan tidak memiliki mebel, di sisi utara lantai satu terdapat beberapa loket untuk transaksi keuangan. Dibagian belakang lantai dua terdapat bekas tempat penyimpanan uang atau safe deposit box. Gedung ini mengalami pemugaran di tahun 1923 tatkala ditempati oleh Bank Voor Indie.
 
Bekas rumah dari Van Imhoff ini di bangun 1730, berarti satu abad setelah bagian barat Batavia di bangun. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk rumah ini sebelum 1730? Tidak diketahui. Hanya saja kalau kita masuk kedalam rumah ini terasa aneh karena merupakan dua rumah yang digabungkan. Mungkinkah sebelum 1730 merupakan dua rumah-toko seperti rumah-rumah lain di Batavia yang kemudian digabung dan di pugar oleh Van Imhoff?
 
Selain pengaruh Eropa ada juga pengaruh Tiongkok mungkin kontraktor bangunan di Batavia kuno adalah Tionghoa. Pengaruh itu terlihat dari wuwungan yang sejajar dengan jalan berbeda dengan rumah-rumah di Amsterdam yang tegak lurus. Menurut fengsui, wuwungan yang tegak lurus dengan jalan membawa sial. Sehingga orang Tionghoa selalu membangun rumah dengan wuwungan yang sejajar dengan jalan.
 
Toko merah merupakan obyek yang menarik bagi mahasiswa arsitektur untuk ditulis sebagai tesis atau disertasi. Disamping bentuk dan ruang yang tercipta juga sejarah bangunan ini merupakan awal dari penelitian sejarah arsitektur di Indonesia, sayang kalau tidak diteliti dengan baik.

No comments:

Post a Comment